Kemenangan Kecil dalam Hidup Ikang Fawzi & Marissa Haque

Kemenangan Kecil dalam Hidup Ikang Fawzi & Marissa Haque
Sehari Sebelum Wisuda MBA Ikang Fawzi dari UGM bersama Marissa Haque Istrinya

Cinta Ikang Fawzi & Marissa Haque Terpatri di UGM melalui FH & FEB, Feb 2011

Cinta Ikang Fawzi & Marissa Haque Terpatri di UGM melalui FH & FEB, Feb 2011
Cinta Ikang Fawzi & Marissa Haque Terpatri di UGM melalui FH & FEB, Feb 2011

Universitas Gadjah Mada, FEB UGM, Graduation of Ikang Fawzi

Universitas Gadjah Mada, FEB UGM, Graduation of Ikang Fawzi
Universitas Gadjah Mada, FEB UGM, Graduation of Ikang Fawzi Husband of Marissa Grace Haque

Ikang Fawzi Suami Marissa Haque, Sekjen KAGAMA FEB UGM 2011

Ikang Fawzi Suami Marissa Haque, Sekjen KAGAMA FEB UGM 2011
Ikang Fawzi Suami Marissa Haque, Sekjen KAGAMA FEB UGM 2011

ikang fawzi, suami marissa haque, indopos, 18 desember 2010

ikang fawzi, suami marissa haque, indopos, 18 desember 2010
ikang fawzi, suami marissa haque, indopos, 18 desember 2010

http://www.radionomy.com

Ikang Fawzi dan 2 Awards Musiknya yang Fenomenal, 1988

Ikang Fawzi dan 2 Awards Musiknya yang Fenomenal, 1988
Melalui Lagu Preman untuk Lagu dan Penyanyi: Ikang Fawzi dan 2 Awards Musiknya yang Fenomenal, 1988

"Contoh Graduation Speech by Rangga Almahendra (Suami Hanum Rais), Friday, March 18, 2011"



"Contoh Graduation Speech by Rangga Almahendra (Suami Hanum Rais), Friday, March 18, 2011"

Yang Membanggakan, Ikang Fawzi Suami Marissa Haque, Lulus MBA dari FEB UGM dengan Nilai A Bulat,

Yang Membanggakan, Ikang Fawzi Suami Marissa Haque, Lulus MBA dari FEB UGM dengan Nilai A Bulat,
Yang Membanggakan, Ikang Fawzi Suami Marissa Haque, Lulus MBA dari FEB UGM dengan Nilai A Bulat, Wisuda, Yogyakarta, Januari 2011

Selasa, 22 Maret 2011

Marissa Haque Dianiaya di Dunia Maya kata FORGOS di detik.com

Siapa pelaku pengiriman berita ini di FORGOS di grup detik.com??? jahat sekali oknum tersebut ya? Biarlah di akhirat anda menanggung energi buruk yang kalian keluarkan. Kami sekeluarga memaafkan anda!

Sumber: http://forum.detik.com/marissa-haque-merasa-teraniaya-di-dunia-maya-t231222.html 

Citra baik Marissa Haque sebagai seorang artis, politisi, dan ibu rumah tangga dirusak orang tak bertanggung jawab di dunia maya. Ia pun mengangap hal itu sebagai black campaign. Apa sebab?.

Diceritakan Marissa Haque, semenjak ia memberikan dukungan penuh terhadap Andre Taulany sebagai calon Walikota Tangerang Selatan banyak bermunculan gambar-gambar seronok mengatasnamakan keluarganya di dunia Maya. Ia pun menduga ada unsur politik di dalamnya.

"Itu kalau disearching nama Ikang di Youtube, pasti ada gambar esek-esek dengan judul namaku atau Ikang. Masya Allah. Ini kan semacam pembusukan karakter," ujar Marissa saat ditemui di kediamannya di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Selasa (18/1/2011).

Ibu dua anak itu awalnya tak menyadari jika citra baiknya sudah teraniaya di dunia maya. Karena ia terbiasa memanfaatkan internet hanya untuk keperluan pekerjaan.

"Tadinya aku cuek. Karena biasanya aku buka internet hanya untuk riset. Ternyata pas diberitahu, aku coba searching, Dan itu cukup mengganggu," jelas wanita yang sempat mencalonkan jadi Wakil Gubernur Banten pada tahun 2006 lalu itu. (sumber: yahoo)

Marissa Haque Dianiaya di Dunia Maya kata FORGOS di detik.com

Minggu, 13 Maret 2011

Berkat Ilmu FEB UGM Dipercaya LP3I Makassar: Marissa Haque & Ikang Fawzi

Selasa, 08 Maret 2011 | 21:11:45 WITA | 92 HITS
Marissa Haque Orasi di Wisuda LP31

MAKASSAR -- Artis yang juga mantan anggota DPR RI, Marissa Haque akan menyampaikan orasi ilmiah dalam wisuda LP3I Makassar di Hotel Grand Clarion Makassar, Kamis, 10 Maret mendatang. Selain orasi, Marissa juga akan berbagi pengalama soal kiat sukses bagi wisudawan dan wisudawati LP3I.
Rencana kehadiran Marissa itu disampaikan Ketua Yayasan LP3I Makassar, HAM Yusran Paris kepada FAJAR Senin, 7 Maret. Menurut anggota DPRD Sulsel itu, pihaknya sengaja mengundang Marissa agar mahasiswa dan wisudawan LP3I bisa termotivasi dari kesuksesan perempuan yang pernah menjadi calon gubernur di Banten tersebut.

"Wisuda kali ini akan diikuti 150 orang wisudawan yang berasal dari jurusan sekretaris, komputer akuntansi, bisnis administrasi, office management, dan informatika komputer," kata Yusran.

Selain orasi, wisuda juga akan dirangkaikan dengan penandatanganan kerja sama antara LP3I dengan beberapa perusahaan. Salah satunya dengan Alpa Mart dalam pengembangan kewirausahaan. (aha)

Sumber: http://www.fajar.co.id/read-20110307211145-marissa-haque-orasi-di-wisuda-lp31

Wisuda LP3I Makassar yang Meriah dan Penuh Keakraban: Ikang Fawzi (KADIN Pusat), Yusran Paris (KADIN Sulsel), Yusfan Paris (LP3I Sulsel) & Marissa Haque

Selasa, 08 Maret 2011

Contoh Makalah Politik Hukum Indonesia untuk Teman Sekelas Charlie di FH UGM: Marissa Haque Fawzi

Contoh Makalah: HUKUM dan POLITIK


POLITIK HUKUM KOLONIAL TERHADAP HUKUM ISLAM DI INDONESIA
Oleh :
AHMAD SYAFRUDDIN, SHI, MH[1] (Cakim pada Pengadilan Agama Bukittinggi)
A. Pendahuluan
Hukum Islam merupakan suatu sistem hukum yang saling berkaitan antara sub sistem-sub sistem hukum yang terlingkup di dalamnya. Sub-sistem dimaksud di antaranya mencakup hukum pidana (jinayah), perdata (muamalah), maupun politik (siyasah). Sebagai sumber dari segala sumber hukum ditetapkan al Quran dan al Sunnah. Adapun metode untuk memahami dan mengeluarkan hukum dari kedua sumber itu dipergunakan Ijtihad.[2]
 
Oleh karena itu, tanpa adanya metode dalam memahami kedua sumber hukum tersebut maka usaha untuk memahami al Quran maupun al Sunnah dalam melahirkan konsep-konsep hukum adalah suatu pekerjaan sia-sia. Jika di coba untuk memformulasikan defenisi hukum Islam sebagaimana disinggung di atas maka dapat dikatakan bahwa hukum Islam merupakan hukum yang bersumber dari al Quran dan al Hadits dengan melibatkan segala daya upaya manusia untuk melahirkan interpretasi-interpretasi hukum yang sistemis-metodis dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga terintegrasi antara relasi vertikal dengan Allah maupun horizontal antar manusia. Dari defenisi ini, tentunya kriteria yang paling berperan adalah dua relasi yang disebut terakhir. Artinya, bahwa hukum Islam tidak hanya mengatur aspek jasmani berupa interaksi antar manusia melainkan juga mengatur aspek rohani berupa interaksi manusia dengan khaliqnya.

Beranjak ke konteks Indonesia, hukum Islam memang telah lama mendapat tempat di masyarakat Indonesia.[3] Hal ini tidak dapat dipungkiri karena setidak-tidaknya realitas mayoritas masyarakat Indonesia adalah penganut agama Islam. Realitas lain yang hingga saat ini masih eksis adalah keberadaan salah satu lembaga hukum di samping lembaga-lembaga hukum lain yang ada. Lembaga yang dimaksudkan adalah Pengadilan Agama.

Meskipun pengadilan ini memiliki wewenang di bidang keperdataan[4] namun tetap saja memberi bukti bahwa wujud dari pelembagaan hukum Islam di negeri ini–sedikit–telah tercapai. Kenyataan ini tentunya tidak bisa dipisahkan dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia, apalagi pada saat penjajah masih berkuasa. Sebagaimana diketahui, bangsa penjajah selain bertujuan untuk mengeruk keuntungan ekonomi (gold) dari tanah jajahan (glory) juga mengemban misi agama (gospel) yang sama sekali berbeda dengan agama mayoritas bangsa Indonesia. Di antara upaya yang dilakukan untuk mewujudkan misi agama tersebut adalah dengan mempertentangkan hukum adat dengan hukum Islam. Inilah yang akan dipaparkan lebih lanjut dalam ruang tulis berikut.

B. Politik Hukum Kolonial terhadap Hukum Islam di Indonesia dilihat dari beberapa Teori yang Dimunculkan
Seperti telah disinggung di awal tulisan ini bahwa di antara upaya yang dilakukan oleh bangsa penjajah dalam menyebarkan misi agama mereka adalah dengan memasuki dan mencampuri hukum bangsa jajahan. Hukum Islam sebagai hukum yang hidup dan diterapkan oleh masyarakat ketika itu dipengaruhi bahkan sedikit demi sedikit disingkirkan. Kenyataan ini dapat diinterpretasikan dari aturan-aturan yang dikeluarkan oleh mereka.

Sedikitnya, ada dua aturan yang diapungkan secara jelas dalam rangka menghambat laju hukum Islam itu. Pertama adalah ketentuan Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) dan kedua adalah Pasal 131 ketentuan serupa. Di ketentuan pertama, yakni Pasal 163 IS mereka membagi penduduk Indonesia kepada tiga kelompok. Pembagian kepada tiga kelompok ini juga berimbas kepada bidang hukum yang berlaku bagi masing-masingnya.[5] Kelompok dengan dasar Pasal 131 IS ini dapat dilihat sebagai berikut :
1. Golongan Eropa
2. Golongan Timur Asing
3. Golongan Bumi Putera
Golongan Eropah terdiri dari orang-orang Belanda, orang eropah lain di luar Belanda, orang Jepang, semua orang yang berasal dari wilayah lain dengan ketentuan wilayah itu tunduk kepada hukum keluarga yang secara substasial memiliki asas hukum yang sama dengan hukum Belanda. Kemudian juga ditambahkan dengan anak sah yang diakui dengan Undang-Undang serta anak-anak klasifikasi golongan eropah dimaksud yang lahir di tanah jajahan. Adapun golongan Timur Asing terdiri dari semua orang yang bukan golongan eropah maupun penduduk asli tanah jajahan. Mereka ini diantaranya adalah orang Arab, India, dan China. Sedangkan golongan terakhir, yakni Bumi Putera terdiri dari orang Indonesia asli. Pengelompokan yang demikian ini seperti disinggung terdahulu berimbas kepada bidang hukum yang berlaku bagi tiap-tiap kelompok. Sebagaimana diatur dalam Pasal 131 IS bahwa bagi golongan Eropah hukum yang berlaku adalah hukum yang berlaku di negeri Belanda. Adapun golongan Timur Asing berlaku hukumnya sendiri. Selanjutnya bagi golongan terakhir (Bumi Putera) hukum yang berlaku adalah hukum adat. Jika kepentingan sosial menghendaki maka hukum eropah dapat berlaku lintas golongan. Keberlakuan ini selanjutnya disebut sebagai penundukan diri terhadap hukum eropah, baik secara sempurna maupun sebagian saja. Penundukan sempurna dipahami bahwa ketentuan hukum eropah berlaku utuh bagi setiap subjek hukum yang melakukan suatu perbuatan hukum. Dengan kata lain, subjek hukum tersebut dianggap sama dengan golongan eropah sehingga hukumnya juga hukum eropah. Berbeda halnya dengan jenis penundukan hukum yang disebutkan terakhir. Pada penundukan ini, hukum eropah baru berlaku ketika perbuatan hukum yang dilakukan oleh golongan lain tersebut tidak dikenal dalam hukum mereka.

Pemberlakuan hukum adat bagi golongan Bumi Putera sudah tentu menimbulkan masalah. Masalah dimaksud mengingat bahwa adat yang terdapat di Indonesia sangat beraneka ragam sesuai dengan etnis, kondisi sosial budaya, maupun agamanya. Paling tidak, dengan adanya ketentuan tertulis seperti dijelaskan terdahulu menimbulkan bias negatif terhadap hukum agama yang dianut oleh bangsa Indonesia yang mayoritas Islam. Bias negatif itu adalah membenamkan hukum Islam di bawah bayang-bayang hukum adat. Hal ini sudah tentu dapat dimengerti. Bagaimanapun juga, bangsa penjajah selalu berusaha agar ideologi mereka bisa diikuti oleh bangsa jajahannya.

Seiring dengan usaha untuk menanamkan ideologi ini, ada tiga teori yang diperkenalkan. Dua teori pertama diperkenalkan oleh bangsa Belanda dan satu teori terakhir dilontarkan oleh orang Indonesia. Teori terakhir ini merupakan teori bantahan sekaligus teori pematah. Ketiga teori itu secara berurut adalah; Receptio in Complexu, Receptie Theorie, dan Receptio a Contrario.[6]
1. Receptio in Complexu
Receptio in Complexu merupakan teori yang dikemukakan oleh Lodewijk Willem Christian Van Den Berg (1845–1927). Teori ini bermakna bahwa hukum yang diyakini dan dilaksanakan oleh seseorang seharmoni dengan agama yang diimaninya. Oleh sebab itu, jika seseorang beragama Islam maka secara langsung hukum Islamlah yang berlaku baginya, demikian seterusnya. Dengan kata lain, teori ini dapat dipadankan dengan sebutan “teori penerimaan secara kompleks atau sempurna”.
2. Receptie Theorie
Receptie Theorie atau teori resepsi merupakan teori yang diperkenalkan oleh Christian Snouck Hurgronje (1857–1936). Teori ini selanjutnya ditumbuhkembangkan oleh pakar hukum adat Cornelis Van Vollenhoven (1874–1933) dan Betrand Ter Haar (1892–1941). Teori resepsi berawal dari kesimpulan yang menyatakan bahwa hukum Islam baru diakui dan dilaksanakan sebagai hukum ketika hukum adat telah menerimanya. Terpahami di sini bahwa hukum Islam berada di bawah hukum adat. Oleh karena itu, jika didapati hukum Islam dipraktekkan di dalam kehidupan masyarakat pada hakikatnya ia bukanlah hukum Islam melainkan hukum adat. Teori ini dapat pula dipadankan dengan sebutan “teori penerimaan”.
3. Receptio a Contrario
Sebagaimana diutarakan di depan bahwa teori ini merupakan teori pematah–populer disebut teori Iblis–yang dikemukakan oleh Hazairin (1906–1975) dan Sajuti Thalib (1929–1990). Dikatakan sebagai teori pematah karena teori ini menyatakan pendapat yang sama sekali berlawanan arah dengan receptie theorie Christian Snouck Hurgronje di atas. Pada teori ini justru hukum adatlah yang berada di bawah hukum Islam dan harus sejiwa dengan hukum Islam. Dengan sebutan lain, hukum adat baru dapat berlaku jika telah dilegalisasi oleh hukum Islam. Dari ketiga teori ini terlihat bahwa usaha untuk meredam gerak maju hukum Islam didasarkan kepada teori kedua, yakni receptie theorie. Hukum Islam dianggap sebagai hukum jika telah dilegalisasi oleh hukum adat. Oleh karenanya, jika hukum yang diterapkan adalah hukum Islam namun menurut ketentuan hukum tertulis–Pasal 131 IS–ia bukanlah hukum Islam melainkan hukum adat.

Makna tersembunyi di balik pemberlakuan teori ini adalah dihadapkannya bangsa penjajah ketika itu dengan tiga konsep hukum yang masing-masingnya memiliki karakter tersendiri.. Ketiga konsep dimaksud adalah hukum Islam, hukum Barat, dan hukum adat. Berhadapan dengan ketiga konsep ini sudah dapat dipastikan bahwa bangsa penjajah akan menetapkan hukum yang lebih menguntungkan bagi mereka. Dan hukum yang lebih menguntungkan itu dijatuhkan kepada hukum adat. Jika hukum yang diberlakukan semata-mata adalah hukum bangsa penjajah sudah tentu tingkat kebencian dan permusuhan terhadap mereka semakin besar. Oleh karena itu, untuk menghindari sisi negatif ini mereka mengapungkan hukum adat yang memang menunjang terhadap misi mereka. Dengan demikian, benar kiranya kalau hukum adat dimaksudkan oleh bangsa penjajah untuk melumpuhkan gerak langkah pelembagaan hukum Islam yang bermuara kepada tercapainya misi penjajahan mereka.[7]

C. Kesimpulan dan Rekomendasi
1. Kesimpulan
Penjelasan di atas memberikan pemahaman bahwa politik hukum yang dijalankan oleh bangsa penjajah selalu mengacu dan melindungi kepentingan mereka di negeri jajahan. Kepentingan itu tidak hanya berada pada lingkup ekonomi dengan keuntungan materilnya tetapi juga dalam bidang hukum, memunculkan hukum adat di atas hukum agama dengan tujuan menumbuhsuburkan politik devide et impera.
2. Rekomendasi
Pembangunan dan pembaharuan hukum nasional yang terus diupayakan harus difokuskan kepada kebenaran legal substance atau substansi hukum bukan kepada term atau label-label yang ada sehingga politik devide et impera dapat dikikis dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Friedmann, W, Teori dan Filsafat Hukum Telaah Kritis atas Teori-Teori Hukum, judul asli Legal Theory, Penerj. Muhammad Arifin, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, Cet. 3, 1990

Halim, Abdul, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia dari Otoriter Konservatif menuju Konfigurasi Demokratis-Responsif, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, Cet. 1, 2000

Haroen, Nasrun, Ushul Fiqh, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, Jil. 1, Cet. 2, 1997

Manan, Abdul dan M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, RajaGrafindo Persada, Jakarta, Ed. 1, Cet. 5, 2002

Nottingham, Elizabeth K., Agama dan Masyarakat Suatu Pengantar Sosiologi Agama, Penerj. Abdul Muis Naharong, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, Cet. 7, 1997

Ramulyo, Mohd. Idris, Asas-Asas Hukum Islam Sejarah Timbul dan Berkembangnya Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Cet. 1, 1995

Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, UI-Press, Jakarta, Ed. 5, 1993

Syahrani, Riduan, Seluk-beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Bandung, Alumni, 1989

Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, Jil. 2, Cet. 2, 2001

Yaswirman, Hukum Kekeluargaan Adat dan Hukum Kekeluargaan Islam di Indonesia Studi Perbandingan Hukum dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau, (Disertasi Doktor dalam Ilmu Agama Islam pada Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah), Jakarta, 1997


[1] Penulis juga salah seorang tenaga edukatif di STIH (Sekolah Tinggi Ilmu Hukum) Padang dan Fakultas Hukum UMSB (Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat) Bukittinggi.
[2] al Quran merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad dalam rentang waktu lebih kurang 22 tahun (semenjak Nabi diangkat menjadi Rasul sampai wafatnya) dengan perantara malaikat Jibril dalam bahasa arab yang bernilai ibadah jika dibaca dan disampaikan secara kontinu dari generasi ke generasi. Adapun al Sunnah adalah perkataan, perbuatan, maupun persetujuan (berupa diam) Nabi sekaitan dengan hukum sebagai penjelas atau bayan terhadap al Quran yang global. Ijtihad merupakan rangkaian kerja yang diupayakan manusia dalam memahami al Quran maupun al Sunnah. Rangkaian kerja ini melahirkan beberapa konsep hukum seperti Ijma’ (konsensus para ahli ijtihad tentang suatu masalah yang berkaitan dengan ruang lingkup agama setelah Rasul wafat), Qiyas (menjelaskan hukum suatu masalah yang belum ditentukan hukumnya dengan merujuk kepada persamaan atau perbedaan „illat/substansi hukum yang telah jelas), Istihsan (penerapan hukum berdasarkan kepentingan umum yang disokong oleh nash dengan cara induksi terhadap beberapa hukum syara), Mashlahah (menetapkan hukum sesuatu dengan memprioritaskan manfaat dan mengabaikan mudarat demi memelihara tujuan syara), Istishhab (menetapkan hukum terhadap sesuatu sesuai dengan hukum awalnya selama tidak ada argumen hukum lain yang merubahnya), „Urf (kebiasaan–lebih khusus dari adat–mayoritas umat baik dalam berbuat maupun berbicara), Syar’u man qablana (ajaran nabi sebelum Muhammad yang diakomodir oleh nash), Mazhab Shahabi (pendapat sahabat terhadap suatu persoalan yang tidak ada penjelasannya baik dari al Quran maupun al Sunnah), dan Dzari’ah (sarana menuju kepada sesuatu yang apabila dilarang disebut sadd al dzari’ah dan apabila diperintahkan disebut dengan fath al dzari’ah). Lebih lanjut berkaitan dengan sumber dan dalil dalam hukum Islam dapat dilihat Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, Jil. 1, Cet. 2, 1997, h. 15-172, Bandingkan dengan Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, Jil. 2, Cet. 2, 2001, h. 219–406.
[3] Seputar bukti-bukti bahwa hukum Islam telah lama diterapkan oleh masyarakat Indonesia lihat Mohd. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam Sejarah Timbul dan Berkembangnya Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Cet. 1, 1995, h. 48–54.
[4] Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada Pasal 49 dinyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :
a. perkawinan;
b. waris;
c. wasiat;
d. hibah;
e. wakaf;
f. zakat;
g. infaq;
h. shadaqah; dan
i. ekonomi syariah.
[5] Sekaitan dengan penjelasan ini lihat Riduan Syahrani, Seluk-beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Bandung, Alumni, 1989, h. 2–7.
[6] Tentang teori-teori ini telusuri salah satunya di dalam Mohd. Idris Ramulyo, Op. Cit, Sinar Grafika, Jakarta, Cet. 1, 1995, h. 54–60.
[7] Tentang pernyataan ini juga telah dikemukakan oleh Yaswirman dalam disertasinya. Ia mengatakan bahwa pemberlakuan hukum adat tidak didasarkan kepada kenyataan hukum yang hidup di masyarakat yang telah dipraktekkan sejak masa sebelumnya. Akan tetapi, hukum adat hanya dimunculkan adalah untuk kepentingan kolonial serta memperkecil ruang lingkup hukum agama. Lebih lanjut, telusuri kembali Yaswirman, Hukum Kekeluargaan Adat dan Hukum Kekeluargaan Islam di Indonesia Studi Perbandingan Hukum dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau, (Disertasi Doktor dalam Ilmu Agama Islam pada Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah), Jakarta, 1997, h. 82.

Sumber: http://us.mc774.mail.yahoo.com/mc/showMessage

Minggu, 06 Maret 2011

Untung ada UGM 'Locus' Belabuhnya Ekspresi Kognisi Kami: Marissa Haque & Ikang Fawzi

terimakasih-banyak-my-love-hijau-biru-ikang-fawzi-dan-marissa-haque-2011_627x480

Entah mengapa hari ini hatiku terasa sangat 'melow.' Mungkin terlalu lelah fisik, mungkin juga sedang lelah pikiran. Karena beberapa ujian akademik datang diwaktu hampir bersamaan. Kalau beberapa tahun silam ketika beberapa teman bertanya mengenai saya yang tak pernah terlihat lelah dalam bekerja maupun belajar, belakangan ini mulai teras ada perbedaan. Terutama sejak wafatnya kawan baikku Adjie Massaid suami si cantik-cerdas Angelina Sondakh.

Mulai terasa betapa tidak pentingnya 'memelihara' ego' cita-cita dan ideologi. Mulai terasa kebutuhan transendental yang kuat menyeruak. Mulai terasa ingin "meneriakkan Allahu Akbar" sekeras-kerasnya dan sebanyak-banyaknya. Mulai terasa betapa sebagian besar waktu dimasa lampau hanyalah 'permainan' serta sandiwara kehidupan.  Mulai terasa betapa keakraban cinta antar saya dan suami kembali lagi seperti masa 25 tahun silam--kini kami tak bisa tidak mengirim sms setiap setengah jam sekali bila saya atau suami sedang diluar kota dan sedang tidak bersama-sama.

Hidup yang singkat ini seharusnya sejak dahulu diisi dengan lebih banyak lagi bahasa kasih, kepada siapapun juga tanpa terkecuali.

Pernikahan Adjie-Angie yang sangat singkat menyentakkan saya, yang saat pemakaman Adjie kemarin itu saya sedang berada diruang operasi Rumah Sakit The Premiere Bintaro (dulu RSIB) karena suatu hal dibagian rahimku. Ikangku tercinta tak beranjak walau sekejap diruang operasi. Dokter SPOG Rudianti (mbak Antie) adalah saksi bersatunya cinta kami dalam suka dan duka.

Betapa waktu yang pernah hilang sudah saatnya kembali dihangatkan, diwangikan, dimerdukan kehadirannya.

Ekspresi cinta toal Angie terhadap Adjie adalah inspirasi pernikahan bagi perempuan artis seluruh Indonesia. Bukan sekedar karena Angie adalah seorang 'media darling', yang terbukti memang mumpuni dibidang pengelolaan komunikasi politik sesuai bidang akademik yang digelutinya dari FISIP-Kom UI. Namun saya merasakan getaran ketulusan kasih luar biasa yang memang embeded dalam kehidupan sehari-hari Angie dalam berumahtangga dengan Adjie MAssaid.

Bidadari Angelina Sondakh adalah contoh" bahasa kasih hidup" bagi pribadiku hari ini.

terimakasih-banyak-sayang-marissa-haque-untuk-ikang-fawzi

Dulu saya pernah menolak tawaran untuk masuk partai biru partainya suamiku. Karena memang setelah 'diusir' dari rumah merahku dulu, setelah hampir dua tahun tak berpartai saya memilih partai hijau sesuai dengan garis nenek moyang Jawa Timuranku dari Madura.

Melalui adinda Ichwan Siregar dari grup JPNN/Non-Stop yang ditugasi ngepos di DPR RI oleh kantornya, Pak Soetrisno Bachir khusus memintaku bergabung dengan partainya. Sekalian menemani suami kata Ichwan meneruskan kalimat Pak Tris. Tentulah dengan berat hati saya tidak mungkin menerima tawaran beliau, karena seminggu sebelumnya saya baru dilantik menjadi kader partai hijau. Ketum partai hijauku malah saat itu insist meminta Ikang Fawzi suamiku bergabung dengan partainya. Sayangnya saat itu kami memang masih kukuh berprinsip dalam berumah tangga dan dalam berideologi-partai  'demokratis-demokratis sajaaa...'

Kini diusia yang sudah tidak muda lagi, saya hanya ingin berada berdua suamiku lebih lama. Dalam kualitas pertemuan yang lebih intens dan lebih banyak lagi. Bahkan saya pribadi bersedia untuk tidak lagi bergabung dengan partai manapun juga bilamana Ikang Fawzi suamiku meminta saya hanya mengurisi dirinya serta anak-anak.

Saya pribadi tidak ingin menyesal... karena telah lalai "mendengarkan kata hati" serta keinginan terdalam seorang suami--yang sesungguhnya permintaannya sangat sederhana. Yaitu, ingin diurusi dengan lebih total oleh sang istri ...

Maafkan saya My Love... maafkan... from the bottom of my heart, please accept my apology... terimakasih banyak untuk semua cinta, kasih, serta sayang yang telah diberikan untuk saya dan anak-anak...

I love you so much!
Tangsel, 6 Maret 2011

Jumat, 04 Maret 2011

Imam Ghazali dalam Kehidupan Kami: Dikutip oleh Marissa Haque & Ikang Fawzi

Menurut Imam Al-Ghazali, kepatuhan kepada Allah akan mengilapkan hati seseorang, sedangkan maksiat kepada-Nya, akan menghitamkannya. Nah, bagaimana dgn orang yg berbuat dosa lalu segera berbuat baik? Menurut Al Ghazali, hatinya tidak otomatis hitam. Cuma cahayanya jadi berkurang. Sama spt sebuah cermin yg tertutup hembusan nafas lalu disapu, kemudian dihembusi lagi, disapu lagi. Meski bersih, masih menyisakan keruh.

Sumber: http://marissahaque.blogdetik.com

"Imam Ghazali dalam Kehidupan Kami: Dikutip oleh Marissa Haque & Ikang Fawzi"

Ikang Fawzi dan Dua Permata Hatinya Isabella & Chikita

Ikang Fawzi dan Dua Permata Hatinya Isabella & Chikita
Bella dan Kiki dalam Dekapan Kasih Ikang Fawzi Suami Marissa Haque

Universitas Gadjah Mada, FEB UGM, Graduation of Ikang Fawzi dalam Perencanaan Hidup

Universitas Gadjah Mada, FEB UGM, Graduation of Ikang Fawzi dalam Perencanaan Hidup
Universitas Gadjah Mada, FEB UGM, Graduation of Ikang Fawzi, Pencapaian Kecil Rencana Hidup Pasangan Kami saat Sebelum Menikah

Ikang Fawzi & Marissa Haque dalam Keakaraban alumni FH UGM di Lereng Gn Merapi

Aktivitas bersama FH UGM, Yogyakarta, 18 Februari 2011: Kenangan Penghijauan Kembali Lereng Merapi, Yogyakarta, Marissa Haque, Ikang Fawzi, Calon Bupati Farhan PPP Kaliurang, Menghibur Korban Merapi bersama FH UGM

Farida KAGAMA, FEB UGM, Marissa Haque Fawzi, 26 Juni 2011

Farida KAGAMA, FEB UGM, Marissa Haque Fawzi, 26 Juni 2011
Farida KAGAMA, FEB UGM, Marissa Haque Fawzi, 26 Juni 2011

Blog's Entry